Sabtu, 28 desember
Peringatan pemberkatan I pernikahanku.
Hanya berdua dengan Papi di rumah depok.
Papi meminta maaf. Tidak jelas untuk apa, terkait membesarkan anak2nya. Kujawab, Papi Mami berhasil membesarkan kami, berkecukupan, berpendidikan, bisa menjadi orang tua. Ia batuk2, katanya sudah 2 hari ini batuk dan lendir tidak keluar.
Papi juga menyampaikan pesan-pesan, yang seharusnya didengar oleh istriku juga. Pesan yang seharusnya disampaikan beliau kepada adikku dan suaminya.
Ia sampaikan akan makan siang sekitar jam 15, setelah mandi. Lalu ia tidur.
Kurang lebih jam 13.30, Papi terbangun dan minta tolong diambilkan handuknya. Kubantu ia berjalan ke kamar mandi. Ia yakinkan bahwa ia bisa mandi sendiri. Pintunya tidak ditutup. Ia minta tolong untuk menyalakan saklar shower pemanas air.
Aku duduk dan berencana mengirimkan pesan ke istri bahwa Papi minta maaf. Baru kutuliskan 2 kata, kudengar suara terjatuh, tidak keras, seperti dus terjatuh. Aku terdiam, lalu penasaran apakah Papi baik2 saja. Kupanggil di depan kamar mandi dan tidak ada jawaban. Pintu kudorong dan kulihat Papi telentang dengan kaos putihnya menutupi kepala dan tangan, tanpa celana.
Panik. Kuangkat. Kaos kuturunkan. Pandangan Papi kosong. Menatap kaki. Tak ada darah. Kuusap kepalanya berulang kali. Kuusap dadanya, pipinya. Teringat seperti aku mengusap anak2 kami saat mereka kesakitan.
Kucoba pasangkan lagi kaosnya. Ia hanya ucapkan "mandi". Kupindahkan ia ke kloset dan terduduk. Kubukakan kaos dan popoknya. Jam tanganku kulempar ke atas keset di depan kamar mandi.
Kunyalakan shower, airnya dingin. Ia beritahukan bahwa perlu berulang kali membuka dan menutup keran shower supaya air panasnya mengalir.
Air panas mengalir. Ia katakan hangatnya sudah cukup. Ia katakan ia jadi merepotkanku, bajuku basah. Kubalas, tidak apa. 3x ia sampaikan hal itu.
Kumandikan Papi dengan sabun. Kukeringkan badannya. Papi dipapah keluar kamar mandi. Ia ingatkan ada jam tanganku di keset dan jangan sampai terinjak.
Di kamar tidur, bajunya dipakaikan. Ia bilang jangan lupa jam tanganku. Lalu, ia bilang mau tidur dulu.
Aku tanya adikku apakah mereka masi lama, ia jawab tidak lalu bilang tidur saja. 2 hari sebelumnya saat adikku bertanya apa ada rencana di hari sabtu, kujawab aku mau tidur saja di rumah. Lalu ia tanya apa bisa temani Papi dan kujawab iya.
14.08 kusampaikan ke istri bahwa Papi minta maaf. Iya jawab besok ia mau datang dan minta maaf ke Papi. 14.12 kukabari bahwa Papi jatuh 30 menit lalu dan sekarang sedang tidur. Ia tanya kondisinya dan minta sampaikan ke Papi bahwa tgl 1 jan, Papi Mami dan anak mantu cucu akan berfoto keluarga di rumah kowis,
14.31 aku kabari adikku bahwa Papi terjatuh dan sekarang sedang tidur. Juga bertanya apa Papi sudah bicara dengannya dan suaminya. Ia jawab belum. Adikku ingatkan juga soal foto keluarga tanggal 1 jan.
Papi tertidur. Aku khawatir dan berulang kali kembali ke kamar untuk mengecek apabila dadanya masi naik turun.
Sekitar pukul 15.20, Papi memanggilku. Ia sudah terduduk. Ia ingin buang air kecil, lali makan. Kupapah Papi ke kamar mandi. Kakinya seperti tidak sanggup membawa badannya, tapi ia berhasil sampai di depan kloset. Ia turunkan celana dan popoknya dan berhasil pipis. Aku taruh tanganku di ketiaknya sebagai penyangga.
Ia berjalan ke meja makan. Aku siapkan piring dan sendok garpu.
Ia tidak mau nasi. Kutaruh 4 potong kentang kecap dan 2 potong tahu putih rebus. Tangan kirinya menggerakan garpu dan mengangkat makannya. Tangan kanannya memotong tahu lalu tangan kiri menyuap ke mulutnya. Ia terbatuk dan mengeluarkan dahak. Aku pegangi kresek kecil untuk ia membuang dahaknya. Makanannya tersisa 1 potong kentang dan 1 potong tahu. Kutanyakan apa Papi mau ke IGD saja, tapi ia katakan tidak.
Kuantarkan Papi kembali ke kamar tidur. Kusampaikan Papi soal foto keluarga. Ia hanya mengangguk.
Papi terbatuk dan mengeluarkan dahak. Sarung bantal dan kaos sebelah kirinya basah.
Ikgo datang dan mengecek kondisi Papi. Aku ceritakan kronologinya. Kami gantikan baju Papi dan Ikgo membalik bantalnya. Papi tidak keliatan sadar, badannya berat saat dibangunkan untuk melepas baju.
Skitar 16.40, Mami dan adik2ku tiba. Mami segera ganti baju dan duduk di sebelah Papi. Mami sarankan kita minta maaf kepada Papi, bicara di dekat telinganya. Papi membuka mata saat adikku bicara. Kami berdoa bersama. Ikgo pamit pulang.
Menjelang jam 18, istri dan anak2ku tiba. Mereka juga menyampaikan maaf ke Papi. Papi berdehem saat Tongtong bicara, sempat membuka mata sewaktu Nengnong dan istriku bicara. Papi masi terus tertidur.
Aku minta maaf ke Mami karena tidak menjaga Papi. Mami katakan jatuh atau tidak, mungkin ini jalannya Papi berpulang.
Mami sampaikan ke anak mantu bahwa Papi pernah katakan kalau kondisinya memburuk, ia hanya mau dipasangi infus, tidak mau dipasangi selang dan oksigen atau dirawat di ICU. Istri dan adikku ingin membawa Papi ke IGD, aku dan Mami tidak mau karena pesan Papi.
Ikgo dan Mami memijat tangan Papi, aku pijat kakinya. Semakin lama terasa kakinya semakin dingin.
Sekitar pukul 21.30, kami putuskan membawa Papi ke IGD. Mami tetap di rumah bersama cucu2nya. Ikgo sudah pulang ke rumahnya.
Setiba di RS sentra medika cisalak, kami harus menunggu di mobil karena tidak ada tempat tidur kosong. Hampir 1 jam, baru Papi bisa diterima di igd. Dokter menyatakan akan melakukan ct scan di kepala. Kami bergantian menjagai Papi di igd.
No comments:
Post a Comment